RESENSI KITAB TAFSIR ADHWAUL BAYAN FII IDHAHIL QUR'AN BIL QUR'AN
RESENSI KITAB TAFSIR ADHWAUL BAYAN FII IDHAHIL QUR'AN BIL
QUR'AN
Al-Qur`an adalah Firman Allah yang merupakan titahNya yang
mulia kepada hamba-hambaNya, supaya mereka yang mengamalkannya dapat meraih
kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah ta'ala berfirman, yang artinya: “Sungguh telah Kami
turunkan kepada kalian sebuah kitab yang di dalamnya terdapat (sebab-sebab)
kemuliaan bagi kalian, maka apakah kalian tiada memahaminya?” (Al-Anbiya`: 10).
Maka tidak ada cara terbaik untuk mengamalkannya kecuali
dengan memahaminya secara benar berdasarkan kaidah-kaidah tafsir yang
disepa-kati para ulama kaum Muslimin. Oleh karena itu diperlukan penafsir yang
memiliki kompetensi yang memenuhi syarat dalam melakukan tafsir terhadap
al-Qur’an. Dan salah seorang penafsir yang telah diakui kredibilitasnya adalah
Syaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithiy dengan karyanya Adhwa’ul Bayan fii
Idhahil Qur’an bil Qur’an.
Kitab tafsir Adhwaul Bayan ini merupakan sebuah kitab tafsir
yang ditulis oleh Al 'Allamah Al Mufassir Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithiy
-rahimahullah- salah satu ulama ahli
tafsir abad ini dan guru dari sekian
banyak ulama Ahlus Sunnah zaman ini, Guru dari ; Samahatusy Syaikh Abdul
Aziz bin Abdulloh bin Baaz -rahimahullah- Syaikh Muhammad bin Shalih Al
'Utsaimin -rahimahullah- , Syaikh Shalih bin Fauzan Al fauzan, dan banyak ulama
lainnya yang mengambil manfaat ilmu dari beliau –rahimahullah.
KEUTAMAAN
Keutamaan kitab tafsir Adhwaul Bayan ini di antaranya:
1. Menjelaskan
makna ayat Al Qur’an dengan ayat Al Qur’an (Qur’an bil Qur’an). Hal ini sesuai
dengan kesepakan para ulama yang menyebutkan bahwa tafsir yang paling mulia dan
utama adalah menafsirkan ayat-ayat Kitabullah dengan menggunakan (ayat-ayat
lainnya) dari Kitabullah. Sebab, tidak ada seorangpun yang lebih tahu makna
Kalamullah kecuali Allah 'Azza wa Jalla sendiri. Dalam kitab ini penulis
berkomitmen untuk menjelaskan Al Qur’an kecuali dengan menggunakan qiraah
sab’ah (7 cara membaca Al Qur’an).
2. Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam semua ayat yang dijelaskan dalam kitab ini
yang disandarkan kepada dalil-dalil shahih dari Sunnah Nabawiyyah dan pendapat
para ulama, kemudian dipilihkan pendapat
yang terkuat tersebut tanpa rasa fanatik madzhab.
3. Dilengkapi penjelasan tambahan. seperti contohnya
pembahasan tentang beberapa masalah kebahasaan (Lughoh) dan hal-hal yang
dibutuhkannya seperti sharaf (pembahasan tentang perubahan suatu kata) dan
I’raab (pembahasan tentang kedudukan kata dalam suatu kalimat), penyebutan
syair-syair arab sebagai penguat serta analisis terhadap masalah-maslah yang
dibutuhkan dalam menafsirkan sebuah ayat seperti masalah ushuliyah (yang pokok)
dan Kalam (akidah) yang dilandasi sanad-sanad hadits.
MENGENAL SYAIKH ASY-SYINQITHIY
Nama lengkap beliau adalah Muhammad al-Amin bin Muhammad
al-Mukhtar bin Abdul Qadir al-Jakni asy-Syinqithiy -rahimahullah-. Jika terus
diruntut, maka nasab Kabilah beliau akan sampai ke daerah Himyar di Yaman.
Seorang ulama yang diilahirkan di sebuah kota yang bernama
Syinqith. Adapun nama tempat kelahiran beliau adalah Tanbah, sebuah desa di
kota Syinqith, yang merupakan sebuah daerah di belahan timur dari Negara Islam
yang sekarang terkenal dengan nama Mauritania. Yaitu sebuah Negara Islam di
benua Afrika yang berbatasan dengan Sinegal, Mali, dan al-Jazair (Algeria).
Tepatnya, beliau -rahimahullah- dilahirkan pada tahun 1325 H (1905 M), dari
seorang ibu sepupu ayahnya sendiri. Beliau -rahimahullah- meninggal dunia di
kota Mekkah Al-Mukarramah, pada tanggal 17 Dzulhijjah, tahun 1393 H (1973 M),
semoga Allah senantiasa merahmatinya.
Syaikh Muhammad -rahimahullah- terdidik hingga besar di
tengah masyarakat yang cinta akan ilmu, baik kaum laki-laki maupun wanitanya.
Beliau menimba dasar-dasar ilmu agama dan ilmu al-Qur`an dari paman-paman
beliau dari pihak ibunya, juga dari anak-anak mereka.
Menghafal kitab-kitab merupakan santapan lezatnya
sehari-hari. Beliau -rahimahullah- telah hafal al-Qur`an di bawah didikan
pamannya, Abdullah, ketika berusia sepuluh tahun. Beliau -rahimahullah- belajar
menulis khat mushaf Utsmani (mushaf Induk) dari pamannya yang bernama Muhammad
bin Ahmad. Darinya juga beliau belajar ilmu Tajwid dengan bacaan Nafi’, yang
meriwayatkan dari Warsy, dari jalan Abu Ya’qub al-Azraq dan Qalun, dari
periwayatan Abu Nasyith. Dan darinya juga beliau mengambil sanad bacaan itu
hingga sampai kepada Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-. Dan ketika itu,
beliau berusia masih 16 tahun.
Di sela-sela proses belajar bacaan tersebut, beliau juga
belajar kitab-kitab ringkas fikih Imam Malik, seperti Rojaz Ibnu ‘Asyir, dan
belajar sastra secara panjang lebar dari bibinya. Beliau juga menimba
dasar-dasar ilmu Nahwu, seperti kitab al-Aajrumiyyah beserta
latihan-latihannya, juga darinya. Beliau pun belajar dengan panjang lebar
tentang nasab-nasab bangsa arab, sejarah mereka, dan tak ketinggalan juga
sejarah Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam-, dan nazhom peperangan
karya Ahmad al-Badawi asy-Syinqithi yang jumlah baitnya lebih dari 500 bait.
Seperti itulah semangat belajar beliau -rahimahullah- dalam
mempelajari ilmu al-Qur`an, Sastra, Biografi, dan Sejarah. Dan semua itu beliau
ambil dan timba dari rumah paman-pamannya.
Beliau mengambil disiplin ilmu lainnya dari beberapa
masyayikh pada beberapa cabang ilmu. Mereka semua berasal dari Kabilah
al-Jakniyyun. Dan di antara mereka adalah para ulama terkenal di negeri itu.
Mereka antara lain: Syaikh Muhammad bin Shalih, yang popular dengan sebutan
Ibnu Ahmad al-Afram; Syaikh Ahmad al-Afram bin Muhammad al-Mukhtar; Syaikh,
al-’Allamah Ahma bin Umar; Syaikh Muhammad an-Nikmat bin Zaidan (Pakar fikih
terkemuka); Ahmad bin Muud (Pakar fikih terkemuka); Al-’Allamah Ahmad Faal bin
Aaduh (lautan ilmu dalam bidang ilmu) dan masyayikh lainnya dari kabilah
al-Jakniyyun –rahimahumullah-.
Selama masa hidupnya, Syaikh asy-Syinqithiy telah
menghasilkan berbagai karya ilmiah, baik saat ia masih berada di tanah
kelahirannya maupun saat ia sudah menetap di Arab Saudi. Di antara karyanya
adalah:
1. Man’u
Jawaz al-Majaz fi al-Munazzal li at-Ta’abbud wa al-I’jaz yang berisi tentang
pandangannya bahwa majaz tidak boleh diberlakukan dalam ayat-ayat tentang Asma’
wa ash-Shifat.
2. Daf’ Iham
al-Idhthirab ‘an Ayi al-Qur’an yang berisi tentang penyelesaian ayat-ayat
al-Qur’an yang secara zhahirnya memiliki makna yang bertentangan namun secara
hakekatnya sama sekali tidak bertentangan. Beliau bawakan di dalamnya ayat-ayat
yang secara sekilas bertentangan mulai dari surat al-Baqarah hingga surat
an-Naas. Dan beliau dudukan permasalahannya satu demi satu secara berurutan.
3. Mudzakkirah
al-Ushul ‘ala Raudhah an-Nadzir yang berisi penjelasan ( syarh ) kitab Raudhan
an-Nadzir dalam bidang Ushul Fikih. Ia berusaha memadukan Ushul Fikih dalam
madzhab Hambali, Maliki dan Syafi’i dalam karya ini. Kitab ini juga menjadi
pegangan dalam mata kuliah Ushul Fikih di Fakultas Syari’ah dan Dakwah
Universitas Islam Madinah.
4. Adab
al-Bahts wa al-Munadzarah. Karya ini dijadikan sebagai buku pegangan
perkuliahan dalam mata kuliah yang sama yang diajarkannya di Universitas Islam
Madinah.
5. Adhwa’
al-Bayan yang merupakan karya terbesarnya dalam bidang tafsir yang terdiri dari
7 juz. Hanya saja ia baru menyelesaikannya hingga akhir surat Al-Mujadilah. Dan
muridnya, Athiyyah Muhammad Salim, menyelesaikan tafsir ini hingga akhir surat
an-Nas.
Beliau -rahimahullah- juga memiliki beberapa ceramah yang
kemudian dicetak dan disebarluaskan dalam bentuk buku, seperti:
1. Ayat
ash-Shifaat; menjelaskan penetapan sifat-sifat Allah.
2. Hikmah
at-Tasyri’; di dalamnya terhimpun hikmah tasyri’ dari sebagian besar hukumnya.
3. Al-Mashalih
al-Mursalah
4. Haula
Syubhah ar-Raqiq
METODE PENAFSIRAN dan RANGKUMAN
Dalam menafsirkan al-Qur’an, beliau –rahimahullah-
menggunakan dua metode pokok, yakni metode literer/naqli ( al-manhaj an-naqli )
dan metode rasional/ ‘aqli (al-manhaj al-‘aqli). Metode naqli yang dimaksud
dalam hal ini adalah metode penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan al-Qur’an,
al-Hadits dan Ijma’. Sedangkan metode ‘aqli yang dimaksud dalam hal ini adalah
penggunaan metode-metode rasional dalam penafsiran al-Qur’an seperti qiyas,
analisis kebahasaan dan ushul fikih. Mengenai metode penafsiran naqlinya.
Beliau berusaha untuk menafsirkan al-Qur’an dengan
al-Qur’an. Dan ini adalah metode yang juga dijalankan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya serta para ulama setelahnya yang dikenal dengan tafsir al-Qur’an bi
al-Qur’an. Hal ini karena terkadang suatu ayat turun di satu tempat secara
mujmal, atau muthlaq atau ‘amm, dan ditemukan penjelasannya secara mubayyan,
muqayyad dan mukhashshash di tempat yang lain.
Misal dalam hal ini adalah saat beliau membahas pernikahan
antara muslim dengan non muslim. Ia menegaskan tentang makna musyrik dan ahl
al-kitab dalam surat al-Baqarah: 22 dengan menghadirkan surat al-Ma’idah:5,
al-Bayyinah: 1 dan 6, al-Baqarah: 105, dan at-Taubah: 30-31. Selain itu, beliau
juga menafsirkan al-Qur’an dengan Hadits.
Beliau terhitung sangat banyak mengutip hadits untuk
menguatkan penjelasan atas sebuah ayat, menafsirkannya ataupun menjadikannya
sebagai dalil dalam menentukan sebuah hukum. Bahkan sebagian besar dalil yang
disampaikan oleh beliau dalam tafsir ayat-ayat hukum adalah hadits. Saat
menafsirkan surat al-Baqarah: 229, beliau berbicara tentang talak tiga dengan
satu lafadz dan mengemukakan pendapat para ulama yang menyatakan keabsahan dan
tidaknya, dan perdebatan antara ulama’ tentang masalah tersebut.
Mengenai metode ‘aqli atau rasional yang dipakai, beliau
pada dasarnya bertumpu pada beberapa sumber, antara lain ushul fiqh dan kaidah
fiqhiyyah, bahasa, dan penalaran murni. Hanya saja, sumber-sumber ini digunakan
untuk menguatkan metode naqli, memperjelas makna yang ada atau digunakan saat tidak
ada nash yang jelas dalam masalah yang dibahas.
Adhwa’ al-Bayan adalah kitab dalam bidang tafsir, dan bukan
dalam bidang fikih, maka tentu saja tidak disusun dengan urutan bab-bab dalam
fikih. Syaikh Asy-Syinqithi berbicara tentang masalah hukum apabila ia melewati
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum (ayat al-ahkam). Hanya saja, saat ia
melewati ayat-ayat hukum dan berbicara tentang masalah fikih, ia membuat
urutan-urutan pembahasan secara baik dan detil.
Ketika berbicara dalam sebuah masalah yang menimbulkan
banyak perbedaan pendapat, asy-Syinqithi selalu menuturkan berbagai pendapat
yang ada, menyebutkan dalil-dalil yang dipakai oleh setiap kelompok, dan
kemudian melakukan perbandingan antar dalil (munaqasyah al-adillah). Jika
perbedaan tidak begitu kuat, ia hanya menyebutkan perbedaan antar ulama dan
dalil masing-masing tanpa melakukan perbandingan antar dalil. Dalam menjelaskan
perbedaan pendapat, sering sekali ia mengutip pendapat para ulama dan memberi
sedikit komentar atas perbedaan tersebut sekedar menjelaskan kelemahan atau
keunggulan satu pendapat atau mentarjih pendapat yang dianggapnya kuat.
Sebagai contoh adalah tafsirnya dalam ayat
(وَعَسى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَهُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ).
Di sini “kebaikan” tidak disifatkan dengan “banyak”. Dan hal
itu “kebaikan” disifatkan dengan “banyak” telah disifatkan pada Surah
al-Nisa’ ayat 19
(فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَ يَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا).
Asas penafsiran yang digunakan dalam kitab Adhwa’ul Bayan fi
Idhahil Qur’an bil Qur’an adalah bi al-ma’tsur , yaitu mendasarkan tafsirannya
pada dalil naqli, berupa penjelasan ayat al-Qur’an dengan ayat lain dalam
al-Qur’an.
Hal ini tampak pada sebagian contoh tafsirnya dalam
menafsiri surat al-Fatihah ayat 4 (ملِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ) dengan menggunakan Surah al-Infithar ayat 17-19
(وَمَا اَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّيْنِ.
ثُمَّ مَا اَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّيْنِ . يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا)
bahwa yang dimaksud dengan الدِّيْنِ adalah الجَزَاءُ (balasan) dan sebagian tafsirannya
adalah
(يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيْهِمُ اللهُ دِيْنَهُمُ
الْحَقُّ) adalah pembalasan amal-amal mereka dengan adil.
PENERBIT
Ad-darul 'Alamiyyah Mesir merupakan salah satu maktabah dan
penerbit yang sudah memenuhi kualitas untuk standar isinya (nuskhah, takhrij,
dan tahqiq). Sedangkan untuk sampul, kertas dan tinta sudah sesuai standar
Mesir yang ekonomis demi menyebarkan ilmu dan pemahaman Islam dari kitab para
ulama untuk semua kalangan.
Kitab Adhwaul Bayan ini dicetak pertama kali pada tahun 2014
yang jumlahnya 7 jilid, dengan rincian berikut:
• Jilid
1=752 halaman, dimulai dengan surat Al-Fatihah di akhiri dengan surat Al-An’am
• Jilid
2=832 halaman, dimulai dengan surat Al-A’raf diakhiri dengan surat Al-Isra
• Jilid
3=720 halaman, dimulai dengan surat Al-Kahfi di akhiri dengan surat Al-Anbiyaa
• Jilid
4=752 halaman, dimulai dengan surat Al-Hajj diakhiri dengan surat Al-Mu'minun
• Jilid
5=896 halaman, dimulai dengan surat An-Nur di akhiri dengan surat Az-Zukhruf
• Jilid
6=863 halaman, dimulai dengan surat Ad-Dukhan diakhiri dengan surat Nuh
• Jilid
7=622 halaman, dimulai dengan surat Al-Jin diakhiri dengan surat An-Nas
disertai kitab karya beliau juga; Daf'u I-hamil Idhthirab 'An Ayatil Kitab dan
Man’u Jawazil Majaz fil Munazzal lit Ta’abbud wal I’jaz dalam 288 halaman
ADHWAAUL BAYAAN FI IIDHOHIL QUR'AN BIL QUR'AN
✍ Penulis : Syaikh Muhammad
Al-amiin bin Muhammad Al-Mukhtar Al-Jakniy Asy Syinqithiy
🏷 Penerbit : Ad-Darul
'Alamiyyah Mesir
📜 Kertas Krem dan Tinta
Hitam Merah Cakep dengan Naskah yang sudah Berharakat
📏 Ukuran: 17,5 x 24,5
📦 Berat satu set: 8 kg
📚 Tebal : 7 jilid
Hardcover
💰 Harga : Rp. 950.000
wa : 0812-7440-1667
Dengan demikian kami sampaikan resensi kitab Adhwaul Bayan
ini, semoga bisa bermanfaat bagi semuanya.
Bagi yang belum memiliki Kitab ini, Tafadhdhal Segera
dipesan yaa Ikhwaah.
🔥-- STOK TERBATAS --🔥
Komentar
Posting Komentar